skip to Main Content

Masalah Gizi Penyandang “Down Syndrome”

      Tahukah anda bahwa 21 Maret rutin diperingati sebagai “Hari Down Syndrome Sedunia” ? Yaa..sejak tahun 2012, PBB telah menetapkan 21 Maret sebagai “Hari Down Syndrome Sedunia”. Tanggal ini dipilih untuk menggambarkan kelainan kromosom yang terjadi pada penyandang Down Syndrome. Tanggal 21 untuk menunjukkan kelainan pada kromosom ke-21, dan bulan Maret (bulan ke-3) untuk menunjukkan keunikan rangkap tiga (trisomi) yang menyebabkan Down Syndrome

      Penyandang Down Syndrome sangat mudah dikenali. Hanya dengan melihat wajahnya, orang awam akan langsung ‘ngeh’ karena bentuk mukanya yang hampir sama satu sama lain (mongoloid). Namun tak banyak yang tahu, penyandang Down Syndrome memiliki risiko yang tinggi mengalami kegemukan, bahkan obesitas. Berbagai jurnal hasil studi di luar negeri menunjukkan tingginya persentase anak Down Syndrome yang mengalami kegemukan dan obesitas. Studi Marin dan Graupera (2011) yang dilakukan di Spanyol menunjukkan prevalensi anak Down Syndrome yang mengalami kegemukan dan obesitas adalah sebanyak 73.6%. Demikian juga studi lain yang dilakukan oleh Oosterom et al. (2012) yang menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan pada anak Down Syndrome adalah dua kali lipat dibandingkan anak normal.

      Di Indonesia, status gizi pada penyandang Down Syndrome masih belum banyak diperhatikan. Padahal masalah gizi yang kita hadapi mungkin tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di luar negeri. Penelitian Rahmawati (2016) yang dilakukan di Kabupaten Magetan, Jawa Timur menunjukkan bahwa 40% anak Down Syndrome berstatus gizi gemuk dan obese. Tentunya kita tidak boleh menganggap 40% ini suatu hal yang sepele, apalagi lingkup penelitiannya juga masih sempit. Namun, apabila masalah ini tidak segera kita perhatikan, bisa jadi ini menjadi suatu masalah yang cukup besar nantinya.

    Seberapa pentingkah kita memperhatikan masalah gizi pada penyandang Down Syndrome? Kalau selama ini fokus terhadap disabilitas masih seputar upaya untuk menghapus diskriminasi terhadap mereka, upaya ini akan menjadi tidak maksimal jika mereka mengalami masalah gizi berupa kegemukan atau obesitas. Menurut Marin dan Graupera (2011), kegemukan dan obesitas pada anak Down Syndrome akan semakin membatasi kesempatan mereka untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Ini tentunya masalah lain yang timbul selain masalah kesehatan akibat dari kegemukan dan obesitas. Jadi, sudah semestinya upaya menghapus diskriminasi pada disabilitas seperti Down Syndrome juga didukung dengan menjaga status gizi mereka agar lebih maksimal. Semoga ke depannya, banyak pihak yang bisa memberi perhatian lebih untuk memperbaiki masalah gizi pada penyandang Down Syndrome agar dapat mencapai derajat kesehatan dan kehidupan yang lebih baik.

sumber gambar : www.doktersehat.com

Back To Top