Jumlah milenial cukup besar, berdasarkan data Bappenas menunjukkan pada 2019 jumlah penduduk Indonesia mencapai 267 juta jiwa dan sekitar 33 persen di antaranya adalah kaum milenial. Satu sisi dapat menjadi peluang karena generasi milenial identik dengan karakter inovatif, melek teknologi, mudah mendapatkan informasi, percaya diri, dan kritis. Namun, di sisi lain generasi milenial mudah bosan, dan sangat mengutamakan pengalaman dibandingkan teori. Peluang dan tantangan inilah yang ditangkap oleh Universitas Al-Azhar Indonesia untuk mengembangkan konsep halal nutriprenuer bagi generasi milenial. Halal nutripreneur mengusung konsep wirausaha di bidang pangan dan gizi yang mengedepankan nilai-nilai Islami dan prinsip halal.
Dosen Program Studi Gizi Universitas Al-Azhar Indonesia Amalina Ratih Puspa mengatakan, konsep ini akan senantiasa berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk muslim di dunia dan Indonesia. Berdasarkan data Global Islamic Economy tahun 2018/2019 menunjukkan bahwa tahun 2017, penduduk muslim di dunia menghabiskan sebesar USD 1,303 milyar untuk membeli produk makanan dan minuman halal dan diprediksi akan terus meningkat hingga USD1,863 milyar tahun 2023.
“Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan Program Studi Gizi dan Program Studi Teknologi Pangan,” ujar Dosen Program Studi Gizi Universitas Al-Azhar Indonesia Amalina ratih Puspa di Jakarta, Minggu (27/1/2019). Terlebih Indonesia merupakan pasar yang potensial karena merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Ironisnya, industri pangan dan gizi halal di Indonesia saat ini dinilai justru masih tertinggal dari beberapa negara lainnya yang notabene sebagian besar penduduknya adalah non muslim.
Negara-negara tersebut adalah Thailand, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Taiwan, dan Malaysia. Oleh karena itu, pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan berbagai elemen lainnya dirasa perlu bersama-sama untuk catch-up mengembangkan konsep Halal Nutriprenuer di Indonesia. “Banyaknya masalah gizi dan pangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini tidak dibarengi oleh jumlah lulusan gizi dan teknologi pangan. Karena itu, lulusan kedua program studi ini diharapkan mampu memecahkan permasalahan gizi dan pangan dengan cara yang inovatif dan memberikan solusi yang nyata dan masif bagi masyarakat,” jelas Amalina.
Selain itu, lulusan Prodi Gizi dan Teknologi Pangan diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi wirausaha bidang gizi dan pangan halal yang saat ini sedang berkembang. Kaum milenial diharapkan mampu mendobrak mainstream yang beredar di masyarakat dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan menjadi bos di perusahaan sendiri dibandingkan menjadi pegawai orang lain. “Lulusan kedua program studi ini akan dibekali kurikulum yang sejalan dengan semangat dan jiwa halal nutriprenuer yang tentu saja dapat terwujud dengan karakter yang inovatif, kreatif, kerja keras, tidak mudah putus asa, jujur dan murah hati,” terangnya. (dan)